Penatalaksanaan Syok Hipovolemik
Syok Hipovolemik
Perdarahan merupakan penyebab tersering dari syok pada pasien-pasien
trauma, baik oleh karena perdarahan yang terlihat maupun perdarahan yang
tidak terlihat. Perdarahan yang terlihat, perdarahan dari luka, atau
hematemesis dari tukak lambung. Perdarahan yang tidak terlihat, misalnya
perdarahan dari saluran cerna, seperti tukak duodenum, cedera limpa,
kehamilan di luar uterus, patah tulang pelvis, dan patah tulang besar atau majemuk.
Syok Hipovolemik
Syok hipovolemik juga dapat terjadi karena kehilangan cairan tubuh yang lain. Pada luka bakar yang luas, terjadi kehilangan cairan melalui permukaan kulit yang hangus atau di dalam lepuh. Muntah hebat atau diare juga dapat mengakibatkan kehilangan banyak cairan intravaskuler. Pada obstruksi, ileus dapat terkumpul beberapa liter cairan di dalam usus. Pada diabetes atau penggunaan diuretik kuat, dapat terjadi kehilangan cairan karena diuresis yang berlebihan. Kehilangan cairan juga dapat ditemukan pada sepsis berat, pankreatitis akut, atau peritonitis purulenta difus.
Pada syok hipovolemik, jantung akan tetap sehat dan kuat,
kecuali jika miokard sudah mengalami hipoksia karena perfusi yang sangat
berkurang. Respons tubuh terhadap perdarahan bergantung pada volume,
kecepatan, dan lama perdarahan. Bila volume intravaskular berkurang,
tubuh akan selalu berusaha untuk mempertahankan perfusi organ-organ
vital (jantung dan otak) dengan mengorbankan perfusi organ lain seperti
ginjal, hati, dan kulit. Akan terjadi perubahan-perubahan hormonal
melalui sistem renin-angiotensin-aldosteron, sistem ADH, dan sistem
saraf simpatis. Cairan interstitial akan masuk ke dalam pembuluh darah
untuk mengembalikan volume intravaskular, dengan akibat terjadi
hemodilusi (dilusi plasma protein dan hematokrit) dan dehidrasi interstitial.
Dengan demikain, tujuan utama dalam mengatasi syok perdarahan adalah
menormalkan kembali volume intravaskular dan interstitial. Bila defisit
volume intravaskular hanya dikoreksi dengan memberikan darah maka masih
tetap terjadi defisit interstitial, dengan akibat tanda-tanda vital yang masih belum stabil dan produksi urin
yang kurang. Pengembalian volume plasma dan interstitial ini hanya
mungkin bila diberikan kombinasi cairan koloid (darah, plasma, dextran,
dsb) dan cairan garam seimbang.
Penatalaksanaan Syok Hipovolemik
Pasang satu atau lebih jalur infus intravena no. 18/16. Infus dengan
cepat larutan kristaloid atau kombinasi larutan kristaloid dan koloid
sampai vena (v. jugularis) yang kolaps terisi. Sementara, bila diduga
syok karena perdarahan, ambil contoh darah dan mintakan darah. Bila
telah jelas ada peningkatan isi nadi
dan tekanan darah, infus harus dilambatkan. Bahaya infus yang cepat
adalah udem paru, terutama pasien tua. Perhatian harus ditujukan agar
jangan sampai terjadi kelebihan cairan.
Pemantauan yang perlu dilakukan dalam menentukan kecepatan infus:
Nadi: nadi yang cepat menunjukkan adanya hipovolemia.
Tekanan darah: bila tekanan darah < 90 mmHg pada pasien normotensi atau tekanan darah turun > 40 mmHg pada pasien hipertensi, menunjukkan masih perlunya transfusi cairan.
Produksi urin. Pemasangan kateter urin
diperlukan untuk mengukur produksi urin. Produksi urin harus
dipertahankan minimal 1/2 ml/kg/jam. Bila kurang, menunjukkan adanya
hipovolemia. Cairan diberikan sampai vena jelas terisi dan nadi jelas
teraba. Bila volume intra vaskuler cukup, tekanan darah baik, produksi
urin < 1/2 ml/kg/jam, bisa diberikan Lasix 20-40 mg untuk
mempertahankan produksi urine. Dopamin 2–5 µg/kg/menit bisa juga
digunakan pengukuran tekanan vena sentral (normal 8–12 cmH2O), dan bila
masih terdapat gejala umum pasien seperti gelisah, rasa haus, sesak,
pucat, dan ekstremitas dingin, menunjukkan masih perlu transfusi cairan.
Kesimpulan
Berhasil tidaknya penanggulangan syok
tergantung dari kemampuan mengenal gejala-gejala syok, mengetahui, dan
mengantisipasi penyebab syok serta efektivitas dan efisiensi kerja kita
pada saat-saat/menit-menit pertama penderita mengalami syok.
Daftar Pustaka
- Franklin C M, Darovic G O, Dan B B. Monitoring the Patient in Shock. Dalam buku: Darovic G O, ed, Hemodynamic Monitoring: Invasive and Noninvasive Clinical Application. USA : EB. Saunders Co. 1995 ; 441 – 499.
- Alexander R H, Proctor H J. Shock. Dalam buku: Advanced Trauma Life Support Course for Physicians. USA, 1993 ; 75 – 94
- Haupt M T, Carlson R W. Anaphylactic and Anaphylactoid Reactions. Dalam buku: Shoemaker W C, Ayres S, Grenvik A eds, Texbook of Critical Care. Philadelphia, 1989 ; 993 – 1002.
- Thijs L G. The Heart in Shock (With Emphasis on Septic Shock). Dalam kumpulan makalah: Indonesian Symposium On Shock & Critical Care. Jakarta-Indonesia, August 30 – September 1, 1996 ; 1 – 4.
- Zimmerman J L, Taylor R W, Dellinger R P, Farmer J C, Diagnosis and Management of Shock, dalam buku: Fundamental Critical Support. Society of Critical Care Medicine, 1997.
- Atkinson R S, Hamblin J J, Wright J E C. Shock. Dalam buku: Hand book of Intensive Care. London: Chapman and Hall, 1981; 18-29.
- Wilson R F, ed. Shock. Dalam buku: Critical Care Manual. 1981; c:1-42.
- Bartholomeusz L, Shock, dalam buku: Safe Anaesthesia, 1996; 408-413
Ditulis Oleh : friend of the night ~ Bloger
Sobat sedang membaca artikel tentang Penatalaksanaan Syok Hipovolemik. Oleh Admin, Sobat diperbolehkan mengcopy paste dengan menggunakan Ctrl C dan menyebar-luaskan artikel ini, namun jangan lupa untuk meletakkan link dibawah ini sebagai sumbernya
No comments:
Post a Comment