30 April 2011

KGD


Tujuan posisi miring mantap :
  1. Mencegah terjadinya aspirasi
  2. Memberikan posisi yang stabil terhadap korban agar kita bisa menolong korban lainnya (jika korban berjumlah lebih dari satu)
Prosedur memberikan posisi miring mantap :
  1. Korban tidur terlentang pada posisi supine, penolong berlutut di sisi kanan korban
  2. Tangan kanan korban diluruskan di sisi kepala korban.
  3. Tangan kiri korban ditekuk menyilang dada hingga posisi telapak tangan berada dibahu kanan korban.
  4. Lutut kaki kiri korban ditekuk ke kanan
  5. Posisi tangan kiri penolong di bahu kiri korban, tangan kanan penolong di lipatan lutut kiri korban


     6.  Tarik korban dengan kedua tangan bersamaan ke kanan hingga korban miring kanan
          (90 derajat) tahan badan korban dengan kedua kaki penolong agar korban tidak
          terguling.
     7.  Secara pelan-pelan miringkan lagi tubuh korban (disangga oleh kedua paha penolong)
          hingga korban berada pada posisi miring.
     8.  Cek kembali nadi karotis dan pernafasan korban, jika masih ada baru korban bisa
          ditinggalkan.
     9.  Evaluasi kembali nadi dan pernafasan korban hingga petugas ambulans datang.




Anatomi Fisiologi Airway Breathing

Anatomi Dan Fisiologi Airway Dan Breathing. Pengelolaan airway dan breathing berfungsi untuk mempertahankan oksigenasi otak dan bagian tubuh lainnya, merupakan  hal yang penting dalam penanganan penderita, jika tidak maka penderita akan meninggal dengan cepat.
Sistem respirasi memiliki dua fungsi utama, yaitu :
  1. Berfungsi menyediakan oksigen bagi sel darah merah yang kemudian akan membawa oksigen tersebut ke seluruh tubuh. Dalam proses metabolisme aerobik, sel tubuh menggunakan oksigen sebagai bahan bakar dan akan memproduksi karbon dioksida sebagai hasil sampingan.
  2. Pelepasan karbon dioksida dari tubuh merupakan tugas kedua dari sistem respirasi. Ketidakmampuan sistem respiratorik dalam menyediakan oksigen bagi sel atau melepaskan karbondioksida, akan menimbulkan kematian.
Kematian oleh karena masalah airway pada trauma disebabkan oleh :
  • Kegagalan dalam mengenal airway yang tersumbat sebagian atau ketidakmampuan penderita untuk melakukan ventilasi dengan cukup. Gabungan obstruksi jalan nafas dengan ketidak cukupan ventilasi dapat menyebabkan hipoksia sehingga akan mengancam nyawa. Keadaan seperti ini mungkin terlupakan bila ditemukan perlukaan yang nampaknya lebih serius.
  • Adanya kesulitan teknis dalam menjaga jalan nafas dan teknis membantu ventilasi. Intubasi yang salah akan memperburuk ventilasi dan dengan cepat dapat mengakibatkan kematian bila tidak dikenali secara dini.
  • Aspirasi isi gaster.

 
Anatomi Sistem Pernafasan


Sistem pernafasan terdiri dari jalan nafas atas, jalan nafas bawah dan paru. Setiap bagian sistem ini memainkan peran yang penting dalam proses pernafasan, yaitu dimana oksigen dapat masuk ke aliran darah dan karbon dioksida dilepaskan.

Jalan Nafas Atas

Jalan nafas atas merupakan suatu saluran terbuka yang memungkinkan udara atmosfer masuk melalui hidung, mulut, dan bronkus hingga ke alveoli. Jalan nafas atas terdiri dari rongga hidung, rongga mulut, laring, trakea. Udara yang masuk dari rongga hidung akan mengalami proses penghangatan, pelembaban dan penyaringan dari segala kotoran. Setelah rongga hidung dapat dijumpai daerah faring, mulai dari bagian belakang palatum mole sampai ujung bagian atas esofagus.
Faring terdiri atas tiga bagian, yaitu:
  1. Naso faring  (bagian atas) di belakang hidung.
  2. Orofaring (bagian tengah) dapat dilihat saat membuka mulut.
  3. Hipofaring (bagian akhir), sebelum menjadi laring.
Di bawah faring terdapat esofagus dan laring yang merupakan permulaan jalan nafas bawah. Di dalam laring terdapat pita suara dan otot-otot yang dapat membuatnya bekerja, serta terdiri dari tulang rawan yang kuat. Pita suara merupakan suatu lipatan jaringan yang mendekat di garis tengah.
Tepat diatas laring, terdapat struktur yang berbentuk daun yang disebut epiglotis. Epiglotis berfungsi sebagai pintu gerbang yang akan mengantarkan udara yang menuju trakea, sedangkan benda padat dan cair akan dihantarkan menuju esofagus. Dibawah laring, jalan nafas akan menjadi trakea yang terdiri dari cincin-cincin tulang rawan.

Jalan Nafas Bagian Bawah

Terdiri dari bronkus dan percabangannya serta paru-paru. Pada saat inspirasi udara masuk melalui jalan nafas atas menuju jalan nafas bawah sebelum mencapai paru-paru. Trakea terbagi menjadi dua cabang, yaitu bronkus utama kanan dan bronkus utama kiri. Masing-masing bronkus utama terbagi lagi menjadi beberapa bronkus primer dan kemudian terbagi lagi menjadi bronkiolus.

Fisiologi Sistem Pernafasan

Ketika udara atmosfer mencapai alveoli, oksigen akan bergerak dari alveoli melintasi membran alveolar kapiler dan menuju sel darah merah. Sistem sirkulasi kemudian akan membawa oksigen yang telah berikatan dengan sel darah merah menuju jaringan tubuh, dimana oksigen akan digunakan sebagai bahan bakar dalam proses metabolisme.
Pertukaran oksigen dan karbon dioksida pada membran alveolar kapiler dikenal dengan istilah difusi pulmonal. Setelah proses pertukaran gas selesai (kadar karbondioksida yang rendah) akan menuju sisi kiri jantung, dan akan dipompakan ke seluruh sel dalam tubuh.
Saat mencapai jaringan, sel darah merah yang teroksigenasi ini akan melepaskan ikatannya dengan oksigen dan oksigen tersebut digunakan untuk bahan bakar metabolisme. Juga karbondioksida akan masuk sel darah merah. Sel darah merah yang rendah oksigen dan tinggi karbondioksida akan menuju sisi kanan jantung untuk kemudian dipompakan ke paru-paru.
Hal yang sangat penting dalam proses ini adalah bahwa alveoli harus terus menerus mengalami pengisian dengan udara segar yang mengandung oksigen dalam jumlah yang cukup.
Proses pernafasan sendiri ada dua yaitu inspirasi (menghirup) dan ekspirasi (mengeluarkan nafas).
Inspirasi dilakukan oleh dua jenis otot:
  1. Otot interkostal, antara iga-iga. Pernafasan ini dikenal sebagai pernafasan torakal. Otot dipersarafi oleh nervus interkostalis (torakall 1 – 12)
  2. Otot diafragma, bila berkontraksi diafragma akan menurun. Hal ini dikenal sebagai pernafasan abdominal, dan persarafan melalui nerfus frenikus yang berasal dari cervikal 3-4-5.




Pusat pernafasan ada di batang otak, yang mendapat rangsangan melalui baro reseptor  yang terdapat di aorta dan arteri karotis. Melalui nervus frenikus dan nervus interkostalis akan menjadi pernafasan abdomino-torakal (pada bayi disebut torako-abdominal).
Dalam keadaan normal volume udara yang kita hirup saat bernafas  dikenal sebagai tidal volume. Bila membutuhkan oksigen lebih banyak maka akan dilakukan penambahan volume pernafasan melalui pemakaian otot-otot pernafasan tambahan.
Jika tidal volume adalah 7 cc/kg Berat Badan, maka pada penderita dengan berat 70 kg, tidal volumenya 500 cc. Dengan frekuensi nafas 14 kali / menit, maka volume permenit 500 × 14 = 7000 cc / menit.
Bila pernafasan lebih dari 40 kali / menit, maka penderita harus dianggap mengalami hipoventilasi (nafas dangkal). Baik frekuensi nafas maupun kedalaman nafas harus dipertimbangkan saat mengevaluasi pernafasan. Kesalahan yang sering terjadi adalah anggapan bahwa penderita dengan frekuensi nafas yang cepat berarti mengalami hiperventilasi.

Biomekanika Trauma

Biomekanika trauma adalah ilmu yang mempelajari kejadian cedera pada suatu jenis kekerasan atau kecelakaan tertentu. Misalnya orang jatuh dari sepeda motor akan menimbulkan cedera yang berbeda dibandingkan dengan orang yang ditabrak mobil.
Biomekanika trauma penting dipelajari karena akan membantu dalam :
  • Akibat yang ditimbulkan trauma
  • Waspada terhadap jenis perlukaan yang diakibatkan trauma.
Sedangkan jenis perlukaan bisa dibagi menjadi perlukaan yang tampak misalnya luka dibagian luar, dan perlukaan yang tidak tampak / tidak bisa dilihat secara langsung misalnya perlukaan organ bagian dalam.
Organ dalam tubuh dapat dibagi menjadi:
Organ tidak berongga (padat , solid) misalnya: hepar, limpa, paru, otak.
Organ berongga, misalnya usus.
Perlukaan organ dalam terjadi melalui mekanisme cedera:




1. Cedera langsung

Misalnya kepala dipukul martil. Kulit kepala bisa robek dan menimbulkan perdarahan luar, tulang kepala dapat retak atau patah, atau dapat menimbulkan perdarahan di otak.

2. Cedera akibat gaya perlambatan (deselerasi)

Misalnya seorang pengendara sepeda motor menabrak pohon. Setelah badan berhenti di pohon, maka organ dalam akan tetap bergerak maju dalam rongga masing-masing. Jantung akan terlepas dari ikatannya (aorta) sehingga terjadi ruptur aorta. Usus akan robek terlepas darimesenterium.

3. Cedera akibat dari gaya percepatan (akselerasi)

Misalnya pengendara mobil ditabrak dari belakang. Tabrakan dari belakang bisa terjadi pada kendaraan yang sedang berhenti atau kendaraan yang kecepatannya lebih lambat. Cedera yang sering terjadi biasanya karena adanya daya pecut (whiplash injuri) dan cedera yang harus diwaspadai adalah cedera dibawah tulang leher, apalagi jika kendaraan tersebut tidak memakai headrest.


4. Cedera kompresi (efek kantong kertas)

Ibarat sebuah kantong kertas yang ditiup, kemudian ditutup kemudian dipukul hingga meledak. Hal ini juga bisa terjadi pada organ berongga yang dapat pecah akibat tekanan.


Read More..

29 April 2011

CARA PEMASANGAN INFUS

CARA PEMASANGAN INFUS


Tehnik Pemasangan Infus

A. TUJUAN PEMBELAJARAN :
•    Memahami anatomi vena yang terkait dg pemasangan infus
•    Memahami pemberian cairan yang baik dan benar
•    Memahami alat-alat pemasangan infus
•    Memahami tehnik pemasangan 

B. TUJUAN TERAPI INTRA VENA :
•    Mengganti dan mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh
•    Sebagai akses pemberian obat, kemoterapi dan tranfusi darah serta produk darah
•    Memberikan parenteral nutriens
•    Pra dan pasca bedah sesuai program.

C. RESIKO PEMASANGAN INFUS :
•    Perdarahan
•    Infiltrasi (dimana cairan infus masuk kedalam jaringan disekitar pembuluh darah)








•         Infeksi
•         Overdose (karena respon obat i.v. lebih cepat)
•         Inkompabilitas antara obat dengan cairan infus ketika dicampur

D. PEDOMAN PEMILIHAN VENA :
  1. Gunakan vena distal terlebih dahulu
  2. Gunakan lengan pasien yang tidak dominan jika mungkin
  3. Pilih vena diatas area fleksi
  4. Pilih vena yang cukup besar untuk memungkinkan aliran darah yang adekuat kedalam kateter
  5. Palpasi vena untuk menentukan kondisinya. Selalu pilih vena yang lunak, penuh.
  6. Pastikan lokasi yang dipilih tidak mengganggu aktifitas pasien
  7. Pilih lokasi yang tidak mempengaruhi pembedahan atau prosedur yang direncanakan.
E. PERBEDAAN VENA & ARTERI : 




F. HINDARI TIPE-TIPE VENA :
  1. Vena yang telah digunakan sebelumnya
  2. Vena yang telah mengalami infiltrasi atau flebitis
  3. Vena yang keras dan sklerotik
  4. Vena kaki, karena sirkulasi lambat dan komplikasi sering terjadi
  5. Ekstremitas yang lumpuh setelah serangan stroke
  6. Vena yang dekat area terinfeksi
  7. Vena yang digunakan untuk pengambilan sampel darah laboratorium

G. ANATOMI TEMPAT PEMASANGAN INFUS : 





LANGKAH PERSIAPAN PEMASANGAN INFUS


PERSIAPAN
Petugas Kesehatan 
-  Cuci tangan : untuk mencegah infeksi nosokomial berikut contoh cuci tangan yang benar 




-  Memakai APD (Alat Pelindung Diri)
  • Sarung tangan
  • Masker
  • Kacamata google (untuk pasien khusus) untuk melindungi mata petugas





Pasien 
Masalah pada pasien :
-  Takut, cemas
-  Tegang - langkah

Langkah yang dapat mendorong pasien untuk bekerjasama :
  1. Tunjukan sikap percaya diri
  2. Beri salam pada pasien dengan menyebut namanya
  3. Perkenalkan diri anda
  4. Validasi identifikasi pasien tersebut
  5. Jelaskan prosedur dengan cara yang mudah dimengerti oleh pasien/keluarga
  6. Libatkan orangtua (terutama pada anak dan bayi)

Alat dan lingkungan
a.  Alat-alat untuk pemasangan infus secara umum yaitu :

  • Cairan infus
          Hal-hal yg wajib diketahui Petugas : 


  • Infus set (Makro/Mikro)
  • Kateter infus (sediakan 3 ukuran)
          Hal-hal yg wajib diketahui Petugas : 


   



  • Alkohol swab
  • Balutan infus, plester
  • Alas
  • Tali pembendung (Torniquet)
  • Tiang infus
  • Bengkok/tempat sampah
  • Troley
  • Spalk (bila perlu)
b. Lingkungan
  • Nyaman
  • Pasang skerm (untuk privasi pasien)
  • Ruang tindakan (untuk pasien tertentu, misalnya anak-anak)


PROSEDUR PEMASANGAN INFUS

  • Beritahu pasien
  • Siapkan alat
  • Petugas cuci tangan, pakai APD
  • Pasang skerm/gorden
  • Pasang alas
  • Pasang infus set ke botol infus sbb: 

 















  • Pilih vena yang baik
  • Pasang torniquet 4-6 inci diatas tempat penusukan
  • Desinfeksi kulit tempat penusukan dengan gerakan melingkari dari pusat keluar  dengan alkohol swab
  • Pegang tangan/pergelangan tangan pasien dengan tangan kiri sambil Fiksasi vena, letakkan ibu jari anda diatas vena untuk mencegah pergerakan dan untuk meregangkan kulit melawan arah penusukan .
  • Tusuk vena dengan bevel jarum menghadap keatas (dengan sudut 30-40 derajat), tusukan searah aliran vena ½ kateter (terlihat darah akan mengisi tabung kateter vena).
  • Tangan kanan menahan/memegang jarum infus, tangan kiri mendorong kateter sampai kateter masuk semua.
  • Cabut jarum infus dan hubungkan kateter dengan infus set yang sudah dipersiapkan.
  • Lepaskan torniquet
  • Alirkan cairan infus, cek lancar/tidak, adakah tanda-tanda bengkak
  • Fiksasi, atur tetesan sesuai instruksi dan atur tinggi botol infus ± 85 cm dari jantung pasien.
  • Beri label, rapihkan alat,

 Dokumentasi dan Evaluasi
  • Tanggal dan waktu penggantian selang infus, tuliskan semua selang tambahan
  • Tanggal, waktu dan isi cairan infus
  • Kecepatan aliran infus, termasuk perubahan kecepatan berikutnya
  • Peralatan elektronik yang digunakan untuk mengatur aliran
  • Pengkajian tempat penusukan infus secara teratur
  • Komplikasi dan tindakan yang dilakukan untuk mem-perbaiki masalah
  • Waktu saat terapi infus dihentikan dan apakah kateter utuh saat dilepas
  • Observasi kondisi kateter 2 kali tiap shift (untuk dewasa) dan setiap jam untuk anak-anak

Read More..

10 February 2011

CPR / BLS (NEW GUIDELINE AHA 2010)

CPR / BLS (NEW GUIDELINE AHA 2010)







CPR/BLS

American Heart Association (AHA) baru-baru ini telah mempublikasikan pedoman cardio pulmonary resuscitation dan perawatan darurat kardiovaskular 2010. Se[erti kita ketahui, para ilmuan dan praktisi kesehatan terus mengeavaluasi CPR atau yang lebih kita kenal dengan RJP ini dan mempublikasikannya setiap 5 tahun.

Evaluasi dilakukan secara menyeluruh mencakup urutan dan prioritas langkah-langkah CPR dan disesuaikan dengan kemajuan ilmiah saat ini unutk mengidentifikasi faktor yang mempunyai dampak terbesar pada kelangsungan hidup. Atas dasar kekuatan bukti yang tersedia, mereka mengembangkan rekomendasi untuk mendukung intervensi yang hasilnya menunjukkan paling menjanjikan.
Rekomendasi di 2010 Pedoman mengkonfirmassi keamanan dan efektifitas dari banyak pendekatan, mengakui ketidakefektifan orang lain fan memperkenalkan perawatan baru berbasis evaluasi bukti intensif dan konsesnsus para ahli. Kehadiran rekomendasi baru ini tidak untuk menunjukkan bahwa pedomansebelumnya tidak aman atau tidak efektif.
Setelah mengevaluasi berbagai penelitian yang telah dipublikasi selama lima tahun terakhir AHA mengeluarkan Panduan Resusitasi Jantung Paru (RJP) 2010. Faokus utama RJP 2010 ini adalah kualitas kompresi dada. Berikut ini adalah beberapa perbedaan antara Apnduan RJP 2005 dengan RJP 2010.

1. Bukan ABC lagi tapi CAB

Sebelumnya dalam pedoman pertolongan pertama, kita mengenal ABC : airway, breathing dan chest compressions, yaitu buka jalan nafas, bantuan pernafasan, dan kompresi dada. Saat ini kompresi dada didahulukan, baru setelah itu kita bisa fokus pada airway dan breathing. Pengecualian satu-satunya adalah hanya untuk bayi baru lahir. Namun untuk RJP bayi, RJP anak, atau RJP dewasa, harus menerima kompresi dada sebelum kita berpikir memberikan bantuan jalan nafas.

2. Tidak ada lagi look, listen dan feel

Kunci utama menyelamatkan seseorang dengan henti jantung adalah dengan bertindak, bukan menilai. Telepon ambulans segera saat kita melihat korban tidak sadar dan tidak bernafas dengan baik. Percayalah pada nyali anda, jika anda mencoba menilai korban bernafas atau tidak dengan mendekatkan pipi anda pada mulut korban, itu boleh-boleh saja. Tapi tetap saja sang korban tidak bernafaas dan tindakan look feel listen ini hanya akna menghabiskan waktu.

3. Kompresi dada lebih dalam lagi

Seberapa dalam anda harus menekan dada telah berubah pada RJP 2010 ini. Sebelumnya adalah 1 ½ sampai 2 inchi (4-5 cm), namun sekarang AHA merekomendasikan untuk menekann setidaknya 2 inchi (5 cm) pada dada.

4. Kompresi dada lebih cepat lagi

AHA mengganti redaksi kalimat disini. Sebelumnya tertulis: tekanan dada sekitar 100 kompresi per menit. Sekarang AHA merekomndasikan kita untuk menekan dada minimal 100 kompresi per menit. Pada kecepatan ini, 30 kompresi membutuhkan waktu 18 detik.

5. Hands only CPR

Ada perbedaan teknik dari yang tahun 2005, namun AHA mendorong RJP seperti ini pada 2008. AHA masih menginginkan agar penolong yang tidak terlatih melakukan Hands only CPR pada korban dewasa yang pingsan di depan mereka. Pertanyaan besarnya adalah: apa yang harus dilakukan penolong tidak terlatih pada korban yang tidak pingsan di depan mereka dan korban yang bukan dewasa/ AHA memang tidak memberikan jawaban tentang hal ini namun ada saran sederhana disini: berikan hands only CPR karena berbuat sesuatu lebih baik daripda tidak berbuat sama sekali.

6. Kenali henti jantung mendadak

RJP adalah satu-satunya tata laksana untuk henti jantung mendadak dan AHA meminta kita waspada dan melakukan RJP saat itu terjadi.

7. Jangan berhenti menekan

Setiap penghentian menekan dada berarti menghentikan darah ke otak yang mengakibatkan kematian jaringan otak jika aliran darah berhenti terlalu lama. Membutuhkan beberapa kompresi dada untuk mengalirkan darah kembali. AHA menghendaki kita untuk terus menekan selama kita bisa. Terus tekan hingga alat defibrilator otomatis datang dan siap untuk menilai keadaan jantung. Jika sudah tiba waktunya untuk pernafasan dari mulut ke mulut, lakukan segera dan segera kembali pada menekan dada.
Tanggal 18 obtober 2010 lalu AHA (American Hearth Association) mengumumkan perubahan prosedur CPR (Cardio Pulmonary Resuscitation) atau dalam bahasa Indonesia disebut RJP (Resusitasi Jantung Paru) yang berbeda dari prosedur sebelumnya yang sudah dipakai dalam 40 tahun terakhir. Perubahan tersebut ada dalam sistematikanya, yaitu sebelumnya menggunakan A-B-C (Airway-Breathing-Circulation) sekarang menjadi C-A-B (Circulation – Airway – Breathing).  Namun perubahan yang ditetapkan AHA tersebut hanya berlaku pada orang dewasa, anak, dan bayi. Perubahan tersebut tidak berlaku pada neonatus.
Perubahan tersebut menurut AHA adalah mendahulukan pemberian kompresi dada dari pada membuka jalan napas dan memberikan napas buatan pada penderita henti jantung. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa teknik kompresi dada lebih diperlukan untuk mensirkulasikan sesegera mungkin oksigen keseluruh tubuh terutama organ-organ vital seperti otak, paru, jantung dan lain-lain.
Menurut penelitian AHA, beberapa menit setelah penderita mengalami henti jantung masih terdapat oksigen pada paru-paru dan sirkulai darah. Oleh karena itu memulai kompresi dada lebih dahulu diharapkan akan memompa darah yang mengandung oksigen ke otak dan jantung sesegera mungkin. Kompresi dada dilakukan pada tahap awal selama 30 detik sebelum melakukan pembukaan jalan napas (Airway) dan pemberian napar buatan (bretahing) seperti prosedur yang lama.
AHA selalu mengadakan review “guidelines” CPR setiap 5 tahun sekali. Perubahan dan review terakhir dilakukan pada tahun 2005 dimana terjadi perubahan perbandingan kompresi dari 15 : 2 menjadi 30 : 2.
Dengan perubahan ini AHA merekomendasikan agar segera mensosialisasikan perubahan ini kepada petugas medis, instruktur pelatihan, petugas p3k dan masayarakat umum.
Didalamnya terdapat materi yang berguna terutama bagi sejawat di emergency unit seperti Neonatal Resuscitation, Pediatric BLS dan ALS, Adults BLS dan ALS, CPR dan First Aid.



Sumber diambil dari :
American Heart Association 2010 Pedoman untuk Cardiopulmonary Resuscitation


Read More..
Next Prev home

Popular Posts