Phlebitis merupakan inflamasi vena yang disebabkan baik oleh iritasi
kimia maupun mekanik yang sering disebabkan oleh komplikasi dari terapi
intravena, Plebitis dikarateristikkan dengan adanya dua atau lebih
tanda nyeri, kemerahan, kemerahan, bengkak, indurasi dan terba mengeras
di bagian vena yang terpasang kateter intra vena (La Rocca, 1998 ).
Plebitis dapat menyebabkan trombus yang selanjutnya menjadi
thromboplebitis, perjalanan penyakit ini biasanya jinak, tapi walaupun
demikian jika thrombus terlepas dan kemudian diangkut kealiran darah
dan masuk jantung maka dapat menimbulkan seperti katup bola yang
menyumbat atrioventikular secara mendadak dan menimbulkan kematian
(Slyvia, 1995). Hal ini menjadiakan phlebitis sebagai salah satu
pemasalahan yang penting untuk dibahas di samping plebitis juga sering
ditemukan dalam proses keperawatan ( Jarumi Yati, 2009 ).
2. Penyebab Plebitis
a. Plebitis Kimia
1) pH dan osmolaritas cairan infus yang ekstrem selalu diikuti risiko
flebitis tinggi. pH larutan dekstrosa berkisar antara 3 – 5, di mana
keasaman diperlukan untuk mencegah karamelisasi dekstrosa selama proses
sterilisasi autoklaf, jadi larutan yang mengandung glukosa, asam amino
dan lipid yang digunakan dalam nutrisi parenteral bersifat lebih
flebitogenik dibandingkan normal saline.
Obat suntik yang bisa menyebabkan peradangan vena yang hebat, antara
lain kalium klorida, vancomycin, amphotrecin B, cephalosporins,
diazepam, midazolam dan banyak obat khemoterapi. Larutan infus dengan
osmolaritas > 900 mOsm/L harus diberikan melalui vena sentral.
2) Mikropartikel yang terbentuk bila partikel obat tidak larut sempurna
selama pencampuran juga merupakan faktor kontribusi terhadap flebitis.
Jadi , kalau diberikan obat intravena masalah bisa diatasi dengan
penggunaan filter 1 sampai 5 µm
3) Penempatan kanula pada vena proksimal (kubiti atau lengan bawah)
sangat dianjurkan untuk larutan infus dengan osmolaritas > 500
mOsm/L Misalnya Dextrose 5%, NaCl 45% hipertonik, Dextrose
5%+Ringer-Lactate, Dextrose 5%+NaCl 0,9%, produk darah (darah), dan
albumin. Hindarkan vena pada punggung tangan jika mungkin, terutama pada
pasien usia lanjut, karena akan mengganggu kemandirian lansia.
4) Kateter yang terbuat dari silikon dan poliuretan kurang bersifat
iritasi dibanding politetrafluoroetilen (teflon) karena permukaan lebih
halus, lebih thermoplastik dan lentur. Risiko tertinggi untuk flebitis
dimiliki kateter yang terbuat dari polivinil klorida atau polietilen.
b. Plebitis Mekanis
Phlebitis mekanis dikaitkan dengan penempatan kanula. Kanula yang
dimasukkan ada daerah lekukan sering menghasilkan flebitis mekanis.
Ukuran kanula harus dipilih sesuai dengan ukuran vena dan difiksasi
dengan baik.
c. Plebitis Bakterial
Faktor-faktor yang berkontribusi terhadap flebitis bakteri meliputi:
1) Teknik pencucian tangan yang buruk
2) Kegagalan memeriksa peralatan yang rusak. Pembungkus yang bocor atau robek mengundang bakteri.
3) Teknik aseptik tidak baik
4) Teknik pemasangan kanula yang buruk
5) Kanula dipasang terlalu lama
6) Tempat suntik jarang diinspeksi visual
3. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala phlebitis adalah :
a. Nyeri yang terlokalisasi.
b. Pembengkakan.
c. kulit kemerahan timbul dengan cepat di atas vena
d. pada saat diraba terasa hangat
e. panas tubuh cukup tinggi (medicaster,2009)
4. Pencegahan dan Mengatasi Phlebitis ( Darmawan,2009 )
a. Mencegah flebitis bacterial.
Pedoman ini menekankan kebersihan tangan, teknik aseptik, perawatan
daerah infus serta antisepsis kulit. Walaupun lebih disukai sediaan
chlorhexidine-2%, tinctura yodium , iodofor atau alkohol 70% juga bisa
digunakan.
b. Selalu waspada dan jangan meremehkan teknik aseptik.
Stopcock sekalipun (yang digunakan untuk penyuntikan obat atau
pemberian infus IV, dan pengambilan sampel darah) merupakan jalan masuk
kuman yang potensial ke dalam tubuh. Pencemaran stopcock lazim
dijumpai dan terjadi kira-kira 45 – 50% dalam serangkaian besar kajian.
c. Rotasi kanula
May dkk(2005) melaporkan di mana mengganti tempat (rotasi) kanula ke
lengan kontralateral setiap hari pada 15 pasien menyebabkan bebas flebitis. Namun, dalam uji kontrol acak yang dipublikasi baru-baru ini
oleh Webster dkk disimpulkan bahwa kateter bisa dibiarkan aman di
tempatnya lebih dari 72 jam JIKA tidak ada kontraindikasi. The Centers
for Disease Control and Prevention menganjurkan penggantian kateter
setiap 72-96 jam untuk membatasi potensi infeksi, namun rekomendasi ini
tidak didasarkan atas bukti yang cukup.
d. Aseptic dressing
Dianjurkan aseptic dressing untuk mencegah flebitis. Kasa setril diganti setiap 24 jam.
e. Laju pemberian
Para ahli umumnya sepakat bahwa makin lambat infus larutan hipertonik
diberikan makin rendah risiko flebitis. Namun, ada paradigma berbeda
untuk pemberian infus obat injeksi dengan osmolaritas tinggi.
Osmolaritas boleh mencapai 1000 mOsm/L jika durasi hanya beberapa jam.
Durasi sebaiknya kurang dari tiga jam untuk mengurangi waktu kontak
campuran yang iritatif dengan dinding vena. Ini membutuhkan kecepatan
pemberian tinggi (150 – 330 mL/jam). Vena perifer yang paling besar dan
kateter yang sekecil dan sependek mungkin dianjurkan untuk mencapai
laju infus yang diinginkan, dengan filter 0.45mm. Kanula harus diangkat
bila terlihat tanda dini nyeri atau kemerahan. Infus relatif cepat ini
lebih relevan dalam pemberian infus jaga sebagai jalan masuk obat,
bukan terapi cairan maintenance atau nutrisi parenteral.
f. Titrable acidity
Titratable acidity dari suatu larutan infus tidak pernah
dipertimbangkan dalam kejadian flebitis. Titratable acidity mengukur
jumlah alkali yang dibutuhkan untuk menetralkan pH larutan infus.
Potensi flebitis dari larutan infus tidak bisa ditaksir hanya
berdasarkan pH atau titrable acidity sendiri. Bahkan pada pH 4.0,
larutan glukosa 10% jarang menyebabkan perubahan karena titrable
acidity nya sangat rendah (0.16 mEq/L).Dengan demikian makin rendah
titrable acidity larutan infus makin rendah risiko flebitisnya.
g. Heparin dan hidrokortison
Heparin sodium, bila ditambahkan ke cairan infus sampai kadar akhir 1
unit/mL, mengurangi masalah dan menambah waktu pasang kateter. Risiko flebitis yang berhubungan dengan pemberian cairan tertentu (misal,
kalium klorida, lidocaine, dan antimikrobial) juga dapat dikurangi
dengan pemberian aditif IV tertentu, seperti hidrokortison. Pada uji
klinis dengan pasien penyakit koroner, hidrokortison secara bermakna
mengurangi kekerapan flebitis pada vena yg diinfus lidokain, kalium
klorida atau antimikrobial .
Pada dua uji acak lain, heparin sendiri atau dikombinasi dengan
hidrokortison telah mengurangi kekerapan flebitis, tetapi penggunaan
heparin pada larutan yang mengandung lipid dapat disertai dengan
pembentukan endapan kalsium.
h. In-line filter
In-line filter dapat mengurangi kekerapan flebitis tetapi tidak ada
data yang mendukung efektivitasnya dalam mencegah infeksi yang terkait
dengan alat intravaskular dan sistem infus
5. Masalah Kejadian Plebitis
a. Akibat phlebitis bagi penderita
Dampak yang terjadi dari infeksi tindakan pemasangan infus (phlebitis)
bagi pasien merupakan masalah yang serius namun tidak sampai
menyebabkan kematian, tetapi banyak dampak yang nyata yaitu tingginya
biaya perawatan diakibatkan lamanya perawatan di rumah sakit.
b. Akibat phlebitis bagi masyarakat
Bertambah panjangnya masa rawat penderita, penderita pulang masih
menjadi pembawa kuman selama beberapa bulan,daan dapat menularkan kuman
pada keluarga maupun masyarakat sekitarnya.