Penderita Meningitis, Meninggal atau Cacat
Penyakit meningitis (radang selaput otak) menjadi momok buat balita. Penyakit ini sungguh kejam karena tak ada harapan sehat bagi penderita meningitis. Hampir 50 persen penderita yang kena meningitis meninggal dan jika selamat akan mengalami kecacatan atau keterbelakangan.
Penyakit
meningitis merupakan penyakit yang menyerang selaput otak dengan angka
kematian mencapai 50 persen. Jika lolos dari maut, balita akan
mengalami gejala-gejala dari sisa penyakitnya seperti lumpuh, tuli,
epilepsi, lamban dan retardasi mental.
Meningitis
adalah suatu peradangan dari selaput-selaput otak (yang disebut
meningen), yang mengelilingi otak dan sumsum tulang belakang.
Meningitis dapat disebabkan oleh berbagai macam virus dan bakteri.
Penelitian
prospektif di beberapa rumah sakit di Indonesia menunjukkan bahwa 10
persen dari penyebab meningitis pada balita adalah bakteri pneumokokus,
yang angka kesembuhannya rendah dan dapat mengakibatkan cacat
permanen.
"Bakteri
meningitis hidup dan diam di tenggorokan orang yang sehat," ujar Dr
Hardiono Pusponegoro, Sp.A(K), Staf Divisi Syaraf Anak Departemen Ilmu
Kesehatan Anak FKUI-RSCM, dalam acara Konferensi Media tentang Hari
Meningitis Sedunia yang bertema “Jangan Ambil Risiko, Ajak Setiap Ibu
untuk Melindungi Buah Hatinya”, Jakarta.
Bakteri pneumokokus memang bisa hidup dan diam di tenggorakan 10 persen orang sehat, baik bayi, balita dan individu dewasa.
Apabila daya tahan tubuh rendah, bakteri dalam tenggorokan tersebut masuk ke dalam tubuh, darah dan otak sehingga menyebabkan penyakit meningitis. Hal ini sangat rentan terjadi pada bayi dan anak, karena daya tahan tubuh mereka yang belum kuat.
Selain
itu, penularan bakteri pneumokokus sangat mudah karena carrier (balita
dan orang dewasa) akan menyebarkannya melalui udara, pertukaran dari
pernapasan dan sekresi-sekresi tenggorokan, seperti batuk dan mencium.
"Bakteri
pneumokokus adalah pembunuh balita terbesar," ujar Dr Soedjatmiko,
Sp.A(K), M.Si, Sekretaris Satgas Imunisasi PP-IDAI dan Ahli Tumbuh
Kembang Anak dari Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM.
Gejala
klinis meningitis yang khas seperti demam tinggi, kejang, penurunan
kesadaran dengan ditandai berkurangnya respons terhadap rangsangan. Pada
bayi, gejalanya seperti demam (62 persen), hipotermia (tubuh merasa
sangat kedinginan), letargi (penurunan kesadaran), kesulitan minum,
muntah, diare, sesak napas, kejang atau ubun-ubun besar membonjol.
Sedangkan pada anak-anak, gejalanya seperti demam, kejang, nyeri
kepala, penurunan kesadaran, kaku leher pada 75 persen.
Orang yang berisiko tinggi terkena penyakit akibat bakteri pneumokokus adalah sebagai berikut :
- Bayi atau anak berusia di bawah 2 tahun
- Bayi yang lahir kurang bulan (prematur) dan berat lahir rendah
- Bayi yang hanya diberi ASI sebentar atau sedikit
- Kawasan hunian padat
- Sering terpapar asap rokok
- Penitipan anak (day care)
- Sering mengalami infeksi virus di saluran pernapasan
- Sering mendapat antibiotik yang dosisnya tidak kuat
- Sistem kekebalan rendah, seperti penderita HIV
- Penderita penyakit kronis
Dr
Soedjatmiko menyatakan perlu upaya yang keras untuk pencegahan
meningitis, karena sekali bakteri tersebut sampai di selaput otak, maka
tak ada harapan sembuh total bagi di penderita.
Upaya pencegahan yang dapat dilakukan yaitu :
1. Nutrisi
Dengan pemberian ASI, makanan lengkap dan seimbang, vitamin A, Zinc, dan lainnya.
2.Perilaku Hidup Sehat
- Tutup mulut atau hidung ketika batuk dan bersin
- Hindari mencium bayi dengan mulut
- Hindari infeksi virus berulang (flu berulang-ulang)
- Hindari polusi seperti asap rokok dan asap dapur
3. Vaksinasi dan Imunisasi
- Dengan rutin imunisasi: BCG, DTP, Campak, Hib, Influenza
- Serta yang penting vaksinasi pneumokokus: PCV 7 dan PCV 13.